Mengapa
ideologi Islam sering dikaitkan dengan gerakan terorisme.
Yang menyebabkan islam sering
dikaitkan dengan terorisme
Konsep
Islam mengenai Jihad dan Radikalisme
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan shogirun (hina, rendah, patuh)”. (QS. At-Taubah : 29).
Solusi terhadap
tindakan terorisme
Menurut
Pandangan dunia khusunya dunia Barat yang mempunyai ideologi demokrasi
kebanyakan menentang islam karena islam dianggap sebagai keyakinan yang
berideologi totaliter yang menolak demokrasi, kebebasan pribadi, dan setiap
agama lainnya. Anggapan seperti inilah yang digunakan sebagai alasan munculnya
isu tentang terorisme yang selalu dihubungkan dengan islam.
Munculnya
tindakan terorisme banyak diyakini terkandung unsur politik yang menggunakan
kekuatan-kekuatan tidak sehat termasuk menggunakan senjata yang berbau sara
yaitu agama. Agama diyakini merupakan kekuatan yang sangat mudah dihancurkan,
dengan alasan agama manusia mampu melakukan hal-hal yang bertentangan dengan
hukum yang berlaku.
Di
negara-negara islam dimana tidak ada pemisahan secara resmi antara hukum dan
agama. Hukum syariah adalah batu penjuru yang digunakan sebagai formulasi final
dan akhir dari hukum Allah, hukum tersebut tidak dapat direvisi atau dirumuskan
oleh hanya fana dan manusia bisa salah. Idealnya islam dan ajaran-ajarannya
akan menjalankan negara dan semua hukum akan didasarkan pada kriteria dari
Al-Qur’an.
Hal
tersebut berbeda dengan cita-cita negara Amerika yang menghendaki kebebasan
beragama, kebebasan berbicara, dan kebebasan pers, maka dari itu oleh amerika
islam di anggap menghambat tentang kemajuan dari ideologi mereka dan merupakan
keyakinan yang tidak memnuhi hak asasi manusia.
"Islam adalah agama revolusioner yang
datang untuk menghancurkan pemerintahan manapun yang dibuat oleh manusia..
Islam tidak melihat bagi bangsa untuk menjadi lebih baik dalam kondisi lain
dari bangsa Islam tidak peduli tentang tanah atau yang memiliki tanah. Tujuan
Islam adalah memerintah seluruh dunia dan menyerahkan semua umat manusia kepada
iman Islam,. Setiap bangsa atau kekuasaan di dunia ini yang mencoba untuk mendapatkan
di jalan yang tujuan Islam akan melawan dan menghancurkan. "
-- Mawlana Abul Ala Mawdudi, founder of Pakistan's Fundamentalist Movement - Mawlana Abul Ala Maududi, pendiri Pakistan Gerakan Fundamentalis.
-- Mawlana Abul Ala Mawdudi, founder of Pakistan's Fundamentalist Movement - Mawlana Abul Ala Maududi, pendiri Pakistan Gerakan Fundamentalis.
Oleh
karena pemikiran yang salah seperti di atas, menimbulkan berbagai persepsi yang
salah tentang islam yang menjadikan islam harus dimusuhi dan dihancurkan. Salah
satu cara adalah dengan menebar tentang isu terorisme yang bertujuan untuk
menguasai dunia, di balik hal itu sebenarnya tersimpan misi politik yang tidak
benar. Untuk menghancurkan islam adalah menyusupi muslim dengan ajaran radikal
yang tidak terarah.
Gerakan terorosme internasional
sering dikaitkan dengan islam. Keberadaan teroris yang membawa bendera islam
ini memang ada dan tidak bisa dikesampingkan aksi-aksinya. Keberadaan mereka
tidak hanya mengancam peradaban barat, tetapi juga merusak islam itu sendiri.
Banyak kelompok-kelompok teroris yang mengkaitkan gerakan terorisnya dengan
agama islam melalui gerakan radikal dalam menggunakan konsep jihad yang mereka
buat sehingga menimbulkan kontroversi dalam definisi jihad di dalam umat islam.
Para golongan-golongan tertentu yang
melakukan terorisme atas nama jihad, membuat masyarakat umum salah mengartikan
pengertian jihad itu sendiri. Pada dasarnya pengertian jihad adalah perjuangann
yang dilakukan oleh individu muslim maupun kelompok islam dalam menyiarkan
agama islam, dan perjuangan-perjuangan lain yang lebih luas seperti: perjuangan
dibidang pendidikan, kesehatan, moral, ekonomi, politik, keamana, hak dan
kewajiban, lapangan pekerjaan, dan lain-lain dengan segenap kemampuan yang
dimiliki.
Masalah yang jarang
disentuh oleh media massa ketika mengangkat isu terorisme adalah ketidak adilan
global. Padahal factor ketidakadilan gloal menjadi salah satu pemicu serangan
terhadap barat atau ojek-objek yang dianggap berhubungan dengan barat.
Penjajahan yang dilakukan barat di dunia islam, termasuk dukungan membabi buta
barat terhadap penjajahan zionis Israel di palestina, merupakan cermin dari
ketidak adilan itu.
Adapun isu memerangi terorisme yang dilancarkan amerika
dan sekutu-sekutunya adalah perang melawan Islam dan kaum Muslimin. Musuh-musuh
islam mencoba membidik islam dan kaum muslimin dibalik isu terorisme. Mereka
takut dangan bangkitnya kaum muslimin. Dengan demikian mereka berusaha sekuat
tenaga dan dengan bebagai macam cara untuk menghancurkan kebangkitan kaum
muslimin. Salah satunya dengan melancarkan perang melawan terorisme.
Saat umat islam menjadi tertuduh dan semua ketakutan
dengan segala hal tentang islam, karena selalu dikait-kaitkan dengan isu
terorisme. Para pelajar, aktivis islam dan semisalnya menjadi resah. Mereka
khawatir dituduh dan dianggap sebagai sarang dan penyedia, serta membantu
aktivitas terorisme.
Gerakan-gerakan dakwah pun
dicurigai meskipun gerakan dakwah itu terbuka dan tak ada sangkut pautnya
dengan teroris. Beberapa orang pun mengawasi ketat anak remajanya yang mau
pergi mengaji. Padahal hal itu tidak pernah terjadi sebelumnya. Mereka
menanyakan ngajinya sama siapa, tempat dimana, dan segala macam secara
berulang-ulang.
Sikap paranoid muncul belakangan di beberapa daerah. Ini
terjadi setelah televisi dengan sangat gencar menyebarkan berita terorisme.
Bukannya obyektif, pemberitaan dimedia massa cenderung menstigmatisasi negative
islam dan kaum muslimin. Sikap media ini tidak lepas dari upaya pihak-pihak
tertentu untuk menjadikan media sebagai corong dala menyerang islam dan kaum
muslimin.
Telah terjadi trial by the press (pengadilan oleh meda massa),
yang dampaknya jauh lebih kejam. Media pun tergiring oleh frame berpikir
musuh-musuh Islam yang menggeneralisasi para teroris dengan Islam. Isu
memerangi terorisme yang dilancarkan Amerika dan sekutu-sekutunya
disebarluaskan dan dikerjakan oleh media massa yang pada hakikatnya untuk
menghilangkan kebangkitan Islam.
Ironisnya, media massa seolah maklum saja dengan tindakan brutal
Amerika dan sekutunya menebar bom dan kematian di mana-mana. Media massa tidak
pernah menyebut mereka sebagai teroris, meski korban tewas jauh lebih banyak
dan massif.
Media memang telah menjadi alat bagi kapitalisme global dalam
mempertahankan hegemoninya. Di era informasi dimana kemenangan ditentukan oleh
penguasa sumber-sumber informasi, media massa adalah salah satu pilar
kapitalisme.
Barat paham betul bahwa Islam adalah musuh berikutnya setelah komunisme
runtuh. Islam adalah ancaman. Karenanya, kebangkitan Islam mesti
dihalang-halangi. Caranya bisa melalui hard dan soft power.
Untuk itu barat dan antek-anteknya mendekonstruksi persepsi masyarakat terhadap
Islam untuk melahirkan sikap moderat bahkan liberal. Mereka tidak mau Islam
tampil apa adanya sesuai Al Quran dan As Sunnah. Sikap moderat dan liberal ini
dianggap pas dengan hegemoni dan determinasi barat.
Sangat tidak mengherankan bila di tengah isu terorisme yang sedang
hangat sekarang tiba-tiba muncul pernyataan beberapa tokoh yang mencoba
menggeneralisasi bahwa terorisme itu adalah keinginan menerapkan syariah Islam
dalam Daulah Islam. Mereka mencoba menebar ‘pukat harimau’ untuk menjaring
aktivis pergerakan Islam.
Tak mengherankan bila banyak pihak yang menganalisis bahwa aksi-aksi
terorisme di Indonesia ini sengaja dimainkan oleh pihak asing. Tujuannya adalah
melemahkan umat Islam Indonesia sehingga Islam tidak bisa bangkit menjadi
sebuah kekuatan yang besar di negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia ini.
1. Jihad
Menurut
kamus al-Mawrid karya Albaki(1973:491), jihad berarti perang di jalan
akidah(keimanan). Pengertian jihad secara konstekstual adalah usaha semaksimal
mungkin untuk mencapai cita-cita, dan upaya untuk membela islam dengan harta,
benda, jiwa, dan raga.
Jihad
dalam pengertian kontekstual tersebut adalah perjuangan yang dilakukan oleh
individu muslim maupun kelompoknislam dalam menyiarkan agama islam, dan
perjuangan-perjuangan lain yang lebih luas seperti perjuangan dibidang
pendidikan, kesehatan, moral, ekonomi, sosial, budaya, politik, keamanan, hak
dan kewajiban, lapangan pekerjaan dengan segenap kemampuan yanmg dimiliki.
Seperti
yang telah dikemukakan di atas, Jihad berbeda dengan perang. Meskipun orang
barat mengidentikan jihad sebagia perang untuk menyiarkan islam. Jihad yang
diartikan perang, pandangan tersebut keliru dan menyesatkan. Kalaupun ada ayat
yang menyampaikan untuk perang, hal tersebut dalam rangka mempertahankan diri
dari gangguan dan penganiayaan dari pihak luar islam atau musuh-musuh islam,
tidak boleh melampaui batas, dan untuk menghindari fitnah.
banyak
dalil yang menunjukkan hal tersebut diantaranya firman Allah Al-‘Aziz Al-Hakim
:
Ù‚َاتِÙ„ُوا الَّØ°ِينَ لاَ ÙŠُؤْÙ…ِÙ†ُونَ بِاللَّÙ‡ِ Ùˆَلاَ بِالْÙŠَÙˆْÙ…ِ الْآخِرِ Ùˆَلاَ ÙŠُØَرِّÙ…ُونَ
Ù…َا ØَرَّÙ…َ اللَّÙ‡ُ ÙˆَرَسُولُÙ‡ُ Ùˆَلاَ ÙŠَدِينُونَ دِينَ الْØَÙ‚ِّ Ù…ِÙ†َ الَّØ°ِينَ Ø£ُوتُوا
الْÙƒِتَابَ ØَتَّÙ‰ ÙŠُعْØ·ُوا الْجِزْÙŠَØ©َ عَÙ†ْ ÙŠَدٍ ÙˆَÙ‡ُÙ…ْ صَاغِرُونَ
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan shogirun (hina, rendah, patuh)”. (QS. At-Taubah : 29).
Misi
diturunkannya islam ke alam semesta ini adalah rahmatan lil alamin, dan sebagai
pedoman manusia dalam mengemban misi utamanya yaitu sebagai khalifah di muka
bumi. Dengan demikian umat islam dituntut untuk selalu menjaga harmoni
kehidupan di antara dua karakteristik yang ada seperti kecenderungan untuk
membuat kerusakan di muka bumi dan potensi konflik antar sesama manusia.
2.
Radikalisme
Menurut
istilah, radikalisme berarti pembaruan atau perubahan social dan politik yang
drastic, atau sikap ekstrem dari kelompok tertentu agar terjadi pembaruan attau
perubahan social dan politik secara drastic.
Dengan
demikian, radikalisme umat beragama adalah paham yang memungkinkan perubahan
atau pembaruan social, dan politik secara drastic dengan menggunakan sikap yang
ekstrem. Radikalisme bukan ciri ajaran islam karena islam dalam menyiarkan
agama menggunakan cara bijaksana, tutur kata yang santun, dan menggunakan cara
berdebat yang dilandasi saling hormat-menghormati.
Terdapat
beragam factor yang menyebabkan terjadinya radikalisme di kalangan umat
beragama. Salah satu factor umum penyebab radikalisme adalah bahwa dilingkungan
umat beragama apapun jenisnya selalu terdapat kelompok fundamentalis dan
radikal. Fundamentalis dan radikalisme merupakan masalah dan tantangan bagi
umat beragama.
Selain
itu ada pula factor penyebab radikalisme yang bersifat khusus, diantaranya
adalah agama digunakan sebagai pembenaran tanpa mengakui eksistensi agama lain.
Kelompok radikal agama ini mengklaim agama dan kelompoknya sebagai yang paling
benar.
Bentuk-bentuk
radikalisme umat beragama ada beberapa jenis, yaitu: aksi terror, bom bunuh
diri, saling menyerang, aksi kekerasan, intimidasi, perlawanan terhadap
pemerintahanya, dll. Secara umum, radikalisme umat agama mengakibatkan
terjadinya terror kekerasan bahkan menimbulkan konflik dan peperangan secara
horizontal dan vertical, apalagi jika yang terlibat berasal dari agama yang
berbeda.
Upaya
untuk menaggulangi radikalismeumat beragama di Indonesia khususnya, dan di
Negara-negara lain pada umumnya, dapat dilakukan dengan mengetahui secara tepat
akar permasalahannya. Selanjutnya, dicari solusi yang tepat dan bijak dengan
melibatkan pihak-pihak terkait, khususnya para pelaku radikalisme agama.
Perekrutan dalam negeri bisa dengan
efektif dicegah dengan melibatkan ormas islam dan ulama. Proses deradikalisai
pemikiran harus berjalan, karena meski pernah masuk penjara, ideologi teror
masih ada. Maka sia-sia saja usaha pemberantasan teroris.
Dalam konteks Indonesia, bila para
ulama benar-benar pandai menjelaskan konsep bernegara kita dengan Pancasila,
nampaknya proses deradikalisasi bisa berhasil. Tidak satu silapun dalam
Pancasila yang bertentangan dengan ajaran Islam. Ketuhanan yang Maha Esa (Rabbaniyah
Wattauhidiyyah), Kemanusiaan yang Adil dan Beradab (Insaaniyyah wal
Akhlaqiyyah), Persatuan Indonesia (Wihdah wal Ukhuwah),
Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan
Perwakilan (Hikmah wal Musyawarah), dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia (Al Adaalah AL Ijmitma’iyyah).
Permasalahan utama yang merupakan
ketidakpuasan pada dunia internasional ini haruslah disikapi secara bijak oleh
para pemegang kebijakan, termasuk di Indonesia. Di Indonesia, faktor kemiskinan
dan kegagalan mengelola negara menjadi faktor suburnya teroris dan terorisme.
Karena itu perlu perbaikan dalam proses bernegara dan berdemokrasi.
Bagi Indonesia, kunci pemberantasan
terorisme terletak pada perbaikan taraf hidup masyarakat dan terlibatnya
ulama-ormas Islam dalam proses deradikalisasi. Selama ini seolah negara-dalam
hal ini Polri-berjuang dan menikmati ongkos bantuan asing sendiri, sehingga
tidak efektif, karena hanya proses represif yang terjadi. Tindakan represif
aparat yang tidak pas bisa menimbulkan simpati masyarakat pada para pelaku
teroris, sehingga menimbulkan benih baru. Terorisme ini perlu segera
dituntaskan, sehingga tidak menjadi dagangan elit politik dan Polri.
Salah satu faktor penting yang mendasari gerakan fundamentalis-radikal
adalah tumbuh suburnya paham liberalisme Islam dalam struktur kenegaraan. Ini
juga patut diwaspadai, karena liberalisme-Islam selalu berdampingan dengan
kapitalisme Barat secara sosial, politik dan ekonomi. Ini merupakan jawaban dan
protes keras terhadap kebebasan yang kebablasan, misalnya mengizinkan konvensi
gay dan lesbian di negara mayoritas muslim. Ini jelas mengganggu psikologi
masyarakat. Dalam kondisi kebebasan yang keterlaluan, akan terjadi vis a
vis antara liberalisme dengan radikalisme, yang tentunya mengancam
kehidupan sosial masyarakat.
Sebagai penutup, radikalisme dalam Islam nyatanya telah hadir sejak
awal peradaban Islam, dan kehadirannya menjadi hikmah yang harus dipelajari dan
dipedomani. Pada akhirnya, permasalahan ini harus diselesaikan sendiri oleh
umat Islam, bukan disandarkan pada pihak lain, apalagi terus-menerus
menyalahkan pihak lain. Sudah saatnya umat Islam lepas dari kejumudan dan taqlid
buta pada ulama. Saatnya membuka lembaran baru serta berkomunikasi antar
peradaban dunia, di mana Islam akan mampu merepresantasikan diri sebagai Rahmatan
lil ‘Alamin.
0 comments:
Post a Comment