Nov 24, 2016

ISLAM & TERORISME

Mengapa ideologi Islam sering dikaitkan dengan gerakan terorisme.
Menurut Pandangan dunia khusunya dunia Barat yang mempunyai ideologi demokrasi kebanyakan menentang islam karena islam dianggap sebagai keyakinan yang berideologi totaliter yang menolak demokrasi, kebebasan pribadi, dan setiap agama lainnya. Anggapan seperti inilah yang digunakan sebagai alasan munculnya isu tentang terorisme yang selalu dihubungkan dengan islam.
Munculnya tindakan terorisme banyak diyakini terkandung unsur politik yang menggunakan kekuatan-kekuatan tidak sehat termasuk menggunakan senjata yang berbau sara yaitu agama. Agama diyakini merupakan kekuatan yang sangat mudah dihancurkan, dengan alasan agama manusia mampu melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Di negara-negara islam dimana tidak ada pemisahan secara resmi antara hukum dan agama. Hukum syariah adalah batu penjuru yang digunakan sebagai formulasi final dan akhir dari hukum Allah, hukum tersebut tidak dapat direvisi atau dirumuskan oleh hanya fana dan manusia bisa salah. Idealnya islam dan ajaran-ajarannya akan menjalankan negara dan semua hukum akan didasarkan pada kriteria dari Al-Qur’an.
Hal tersebut berbeda dengan cita-cita negara Amerika yang menghendaki kebebasan beragama, kebebasan berbicara, dan kebebasan pers, maka dari itu oleh amerika islam di anggap menghambat tentang kemajuan dari ideologi mereka dan merupakan keyakinan yang tidak memnuhi hak asasi manusia.
"Islam adalah agama revolusioner yang datang untuk menghancurkan pemerintahan manapun yang dibuat oleh manusia.. Islam tidak melihat bagi bangsa untuk menjadi lebih baik dalam kondisi lain dari bangsa Islam tidak peduli tentang tanah atau yang memiliki tanah. Tujuan Islam adalah memerintah seluruh dunia dan menyerahkan semua umat manusia kepada iman Islam,. Setiap bangsa atau kekuasaan di dunia ini yang mencoba untuk mendapatkan di jalan yang tujuan Islam akan melawan dan menghancurkan. "
-- Mawlana Abul Ala Mawdudi, founder of Pakistan's Fundamentalist Movement
- Mawlana Abul Ala Maududi, pendiri Pakistan Gerakan Fundamentalis.
Oleh karena pemikiran yang salah seperti di atas, menimbulkan berbagai persepsi yang salah tentang islam yang menjadikan islam harus dimusuhi dan dihancurkan. Salah satu cara adalah dengan menebar tentang isu terorisme yang bertujuan untuk menguasai dunia, di balik hal itu sebenarnya tersimpan misi politik yang tidak benar. Untuk menghancurkan islam adalah menyusupi muslim dengan ajaran radikal yang tidak terarah.
Yang menyebabkan islam sering dikaitkan dengan terorisme
            Gerakan terorosme internasional sering dikaitkan dengan islam. Keberadaan teroris yang membawa bendera islam ini memang ada dan tidak bisa dikesampingkan aksi-aksinya. Keberadaan mereka tidak hanya mengancam peradaban barat, tetapi juga merusak islam itu sendiri. Banyak kelompok-kelompok teroris yang mengkaitkan gerakan terorisnya dengan agama islam melalui gerakan radikal dalam menggunakan konsep jihad yang mereka buat sehingga menimbulkan kontroversi dalam definisi jihad di dalam umat islam.
            Para golongan-golongan tertentu yang melakukan terorisme atas nama jihad, membuat masyarakat umum salah mengartikan pengertian jihad itu sendiri. Pada dasarnya pengertian jihad adalah perjuangann yang dilakukan oleh individu muslim maupun kelompok islam dalam menyiarkan agama islam, dan perjuangan-perjuangan lain yang lebih luas seperti: perjuangan dibidang pendidikan, kesehatan, moral, ekonomi, politik, keamana, hak dan kewajiban, lapangan pekerjaan, dan lain-lain dengan segenap kemampuan yang dimiliki.
Masalah yang jarang disentuh oleh media massa ketika mengangkat isu terorisme adalah ketidak adilan global. Padahal factor ketidakadilan gloal menjadi salah satu pemicu serangan terhadap barat atau ojek-objek yang dianggap berhubungan dengan barat. Penjajahan yang dilakukan barat di dunia islam, termasuk dukungan membabi buta barat terhadap penjajahan zionis Israel di palestina, merupakan cermin dari ketidak adilan itu.
            Adapun isu memerangi terorisme yang dilancarkan amerika dan sekutu-sekutunya adalah perang melawan Islam dan kaum Muslimin. Musuh-musuh islam mencoba membidik islam dan kaum muslimin dibalik isu terorisme. Mereka takut dangan bangkitnya kaum muslimin. Dengan demikian mereka berusaha sekuat tenaga dan dengan bebagai macam cara untuk menghancurkan kebangkitan kaum muslimin. Salah satunya dengan melancarkan perang melawan terorisme.
            Saat umat islam menjadi tertuduh dan semua ketakutan dengan segala hal tentang islam, karena selalu dikait-kaitkan dengan isu terorisme. Para pelajar, aktivis islam dan semisalnya menjadi resah. Mereka khawatir dituduh dan dianggap sebagai sarang dan penyedia, serta membantu aktivitas terorisme.
                                    Gerakan-gerakan dakwah pun dicurigai meskipun gerakan dakwah itu terbuka dan tak ada sangkut pautnya dengan teroris. Beberapa orang pun mengawasi ketat anak remajanya yang mau pergi mengaji. Padahal hal itu tidak pernah terjadi sebelumnya. Mereka menanyakan ngajinya sama siapa, tempat dimana, dan segala macam secara berulang-ulang.
            Sikap paranoid muncul belakangan di beberapa daerah. Ini terjadi setelah televisi dengan sangat gencar menyebarkan berita terorisme. Bukannya obyektif, pemberitaan dimedia massa cenderung menstigmatisasi negative islam dan kaum muslimin. Sikap media ini tidak lepas dari upaya pihak-pihak tertentu untuk menjadikan media sebagai corong dala menyerang islam dan kaum muslimin.
Telah terjadi trial by the press (pengadilan oleh meda massa), yang dampaknya jauh lebih kejam. Media pun tergiring oleh frame berpikir musuh-musuh Islam yang menggeneralisasi para teroris dengan Islam. Isu memerangi terorisme yang dilancarkan Amerika dan sekutu-sekutunya disebarluaskan dan dikerjakan oleh media massa yang pada hakikatnya untuk menghilangkan kebangkitan Islam.
Ironisnya, media massa seolah maklum saja dengan tindakan brutal Amerika dan sekutunya menebar bom dan kematian di mana-mana. Media massa tidak pernah menyebut mereka sebagai teroris, meski korban tewas jauh lebih banyak dan massif.
Media memang telah menjadi alat bagi kapitalisme global dalam mempertahankan hegemoninya. Di era informasi dimana kemenangan ditentukan oleh penguasa sumber-sumber informasi, media massa adalah salah satu pilar kapitalisme.
Barat paham betul bahwa Islam adalah musuh berikutnya setelah komunisme runtuh. Islam adalah ancaman. Karenanya, kebangkitan Islam mesti dihalang-halangi. Caranya bisa melalui hard dan soft power. Untuk itu barat dan antek-anteknya mendekonstruksi persepsi masyarakat terhadap Islam untuk melahirkan sikap moderat bahkan liberal. Mereka tidak mau Islam tampil apa adanya sesuai Al Quran dan As Sunnah. Sikap moderat dan liberal ini dianggap pas dengan hegemoni dan determinasi barat.
Sangat tidak mengherankan bila di tengah isu terorisme yang sedang hangat sekarang tiba-tiba muncul pernyataan beberapa tokoh yang mencoba menggeneralisasi bahwa terorisme itu adalah keinginan menerapkan syariah Islam dalam Daulah Islam. Mereka mencoba menebar ‘pukat harimau’ untuk menjaring aktivis pergerakan Islam.
Tak mengherankan bila banyak pihak yang menganalisis bahwa aksi-aksi terorisme di Indonesia ini sengaja dimainkan oleh pihak asing. Tujuannya adalah melemahkan umat Islam Indonesia sehingga Islam tidak bisa bangkit menjadi sebuah kekuatan yang besar di negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia ini.
Konsep Islam mengenai Jihad dan Radikalisme
1.      Jihad
Menurut kamus al-Mawrid karya Albaki(1973:491), jihad berarti perang di jalan akidah(keimanan). Pengertian jihad secara konstekstual adalah usaha semaksimal mungkin untuk mencapai cita-cita, dan upaya untuk membela islam dengan harta, benda, jiwa, dan raga.
Jihad dalam pengertian kontekstual tersebut adalah perjuangan yang dilakukan oleh individu muslim maupun kelompoknislam dalam menyiarkan agama islam, dan perjuangan-perjuangan lain yang lebih luas seperti perjuangan dibidang pendidikan, kesehatan, moral, ekonomi, sosial, budaya, politik, keamanan, hak dan kewajiban, lapangan pekerjaan dengan segenap kemampuan yanmg dimiliki.
Seperti yang telah dikemukakan di atas, Jihad berbeda dengan perang. Meskipun orang barat mengidentikan jihad sebagia perang untuk menyiarkan islam. Jihad yang diartikan perang, pandangan tersebut keliru dan menyesatkan. Kalaupun ada ayat yang menyampaikan untuk perang, hal tersebut dalam rangka mempertahankan diri dari gangguan dan penganiayaan dari pihak luar islam atau musuh-musuh islam, tidak boleh melampaui batas, dan untuk menghindari fitnah.
banyak dalil yang menunjukkan hal tersebut diantaranya firman Allah Al-‘Aziz Al-Hakim :

Ù‚َاتِÙ„ُوا الَّØ°ِينَ لاَ ÙŠُؤْÙ…ِÙ†ُونَ بِاللَّÙ‡ِ Ùˆَلاَ بِالْÙŠَÙˆْÙ…ِ الْآخِرِ Ùˆَلاَ ÙŠُØ­َرِّÙ…ُونَ Ù…َا Ø­َرَّÙ…َ اللَّÙ‡ُ ÙˆَرَسُولُÙ‡ُ Ùˆَلاَ ÙŠَدِينُونَ دِينَ الْØ­َÙ‚ِّ Ù…ِÙ†َ الَّØ°ِينَ Ø£ُوتُوا الْÙƒِتَابَ Ø­َتَّÙ‰ ÙŠُعْØ·ُوا الْجِزْÙŠَØ©َ عَÙ†ْ ÙŠَدٍ ÙˆَÙ‡ُÙ…ْ صَاغِرُونَ

“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan shogirun (hina, rendah, patuh)”. (QS. At-Taubah : 29).
Misi diturunkannya islam ke alam semesta ini adalah rahmatan lil alamin, dan sebagai pedoman manusia dalam mengemban misi utamanya yaitu sebagai khalifah di muka bumi. Dengan demikian umat islam dituntut untuk selalu menjaga harmoni kehidupan di antara dua karakteristik yang ada seperti kecenderungan untuk membuat kerusakan di muka bumi dan potensi konflik antar sesama manusia.
2.      Radikalisme
Menurut istilah, radikalisme berarti pembaruan atau perubahan social dan politik yang drastic, atau sikap ekstrem dari kelompok tertentu agar terjadi pembaruan attau perubahan social dan politik secara drastic.
Dengan demikian, radikalisme umat beragama adalah paham yang memungkinkan perubahan atau pembaruan social, dan politik secara drastic dengan menggunakan sikap yang ekstrem. Radikalisme bukan ciri ajaran islam karena islam dalam menyiarkan agama menggunakan cara bijaksana, tutur kata yang santun, dan menggunakan cara berdebat yang dilandasi saling hormat-menghormati.
Terdapat beragam factor yang menyebabkan terjadinya radikalisme di kalangan umat beragama. Salah satu factor umum penyebab radikalisme adalah bahwa dilingkungan umat beragama apapun jenisnya selalu terdapat kelompok fundamentalis dan radikal. Fundamentalis dan radikalisme merupakan masalah dan tantangan bagi umat beragama.
Selain itu ada pula factor penyebab radikalisme yang bersifat khusus, diantaranya adalah agama digunakan sebagai pembenaran tanpa mengakui eksistensi agama lain. Kelompok radikal agama ini mengklaim agama dan kelompoknya sebagai yang paling benar.
Bentuk-bentuk radikalisme umat beragama ada beberapa jenis, yaitu: aksi terror, bom bunuh diri, saling menyerang, aksi kekerasan, intimidasi, perlawanan terhadap pemerintahanya, dll. Secara umum, radikalisme umat agama mengakibatkan terjadinya terror kekerasan bahkan menimbulkan konflik dan peperangan secara horizontal dan vertical, apalagi jika yang terlibat berasal dari agama yang berbeda.
Upaya untuk menaggulangi radikalismeumat beragama di Indonesia khususnya, dan di Negara-negara lain pada umumnya, dapat dilakukan dengan mengetahui secara tepat akar permasalahannya. Selanjutnya, dicari solusi yang tepat dan bijak dengan melibatkan pihak-pihak terkait, khususnya para pelaku radikalisme agama.
Solusi terhadap tindakan terorisme
            Perekrutan dalam negeri bisa dengan efektif dicegah dengan melibatkan ormas islam dan ulama. Proses deradikalisai pemikiran harus berjalan, karena meski pernah masuk penjara, ideologi teror masih ada. Maka sia-sia saja usaha pemberantasan teroris.
            Dalam konteks Indonesia, bila para ulama benar-benar pandai menjelaskan konsep bernegara kita dengan Pancasila, nampaknya proses deradikalisasi bisa berhasil. Tidak satu silapun dalam Pancasila yang bertentangan dengan ajaran Islam. Ketuhanan yang Maha Esa (Rabbaniyah Wattauhidiyyah), Kemanusiaan yang Adil dan Beradab (Insaaniyyah wal Akhlaqiyyah), Persatuan Indonesia (Wihdah wal Ukhuwah), Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan (Hikmah wal Musyawarah), dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia (Al Adaalah AL Ijmitma’iyyah).
            Permasalahan utama yang merupakan ketidakpuasan pada dunia internasional ini haruslah disikapi secara bijak oleh para pemegang kebijakan, termasuk di Indonesia. Di Indonesia, faktor kemiskinan dan kegagalan mengelola negara menjadi faktor suburnya teroris dan terorisme. Karena itu perlu perbaikan dalam proses bernegara dan berdemokrasi.
            Bagi Indonesia, kunci pemberantasan terorisme terletak pada perbaikan taraf hidup masyarakat dan terlibatnya ulama-ormas Islam dalam proses deradikalisasi. Selama ini seolah negara-dalam hal ini Polri-berjuang dan menikmati ongkos bantuan asing sendiri, sehingga tidak efektif, karena hanya proses represif yang terjadi. Tindakan represif aparat yang tidak pas bisa menimbulkan simpati masyarakat pada para pelaku teroris, sehingga menimbulkan benih baru. Terorisme ini perlu segera dituntaskan, sehingga tidak menjadi dagangan elit politik dan Polri.
Salah satu faktor penting yang mendasari gerakan fundamentalis-radikal adalah tumbuh suburnya paham liberalisme Islam dalam struktur kenegaraan. Ini juga patut diwaspadai, karena liberalisme-Islam selalu berdampingan dengan kapitalisme Barat secara sosial, politik dan ekonomi. Ini merupakan jawaban dan protes keras terhadap kebebasan yang kebablasan, misalnya mengizinkan konvensi gay dan lesbian di negara mayoritas muslim. Ini jelas mengganggu psikologi masyarakat. Dalam kondisi kebebasan yang keterlaluan, akan terjadi vis a vis antara liberalisme dengan radikalisme, yang tentunya mengancam kehidupan sosial masyarakat.
Sebagai penutup, radikalisme dalam Islam nyatanya telah hadir sejak awal peradaban Islam, dan kehadirannya menjadi hikmah yang harus dipelajari dan dipedomani. Pada akhirnya, permasalahan ini harus diselesaikan sendiri oleh umat Islam, bukan disandarkan pada pihak lain, apalagi terus-menerus menyalahkan pihak lain. Sudah saatnya umat Islam lepas dari kejumudan dan taqlid buta pada ulama. Saatnya membuka lembaran baru serta berkomunikasi antar peradaban dunia, di mana Islam akan mampu merepresantasikan diri sebagai Rahmatan lil ‘Alamin.

0 comments:

Post a Comment